Oleh:
Ustadz Ahmad Ubaydi Hasbillah - Pengajar Quran Learning Centre
Alhamdulillah, kita masih bisa menemui tamu agung tahunan yang
dinanti-nanti selama berbulan-bulan. Ya, itulah bulan Ramadhan yang penuh
berkah yang di dalamnya terdapat malam penganugerahan seribu bulan. Entah sudah
berapa Ramadhan yang berhasil kita lewati? Tentu hal itu bergantung pada
bilangan umur yang telah kita lalui. Siapa coba yang tidak ingin mendapat
penghargaan itu? Jangan-jangan tahun ini, nobel tersebut memang jatuh ke tangan
kita, amin. Karena itu, wajar jika banyak orang selalu merindu dan mendamba
bulan ini sehingga butuh persiapan sedini mungkin untuk menyambut kehadirannya.
Kehadiran bulan Ramadhan yang biasa disemarakkan dalam acara tarhib Ramadhan seringkali dimanfaatkan oleh banyak orang sebagai waktu untuk berbenah diri, membersihkan hati dan mempererat kembali tali silahturahim dengan sanak famili. Kebersihan dan kesiapan hati menyambut Ramadhan akan terasa lebih indah jika dicerminkan dari hati yang suci. Karena itu, seringkali kita melakukan persiapan fisik dan mental untuk menyambut bulan puasa selama satu bulan penuh ini.
Pada
detik-detik menjelang kehadiran bulan Ramadhan, kita seringkali melakukan
berbagai seremonial dan acara-acara keagamaan untuk menyambut datangnya bulan
Ramadhan. Ya, itulah yang biasa kita kenal dengan istilah tarhib Ramadhan alias
menyambut Ramadhan. Istilah tarhib yang dalam bahasa Indonesia diartikan
dengan "menyambut" memiliki makna filosofis yang cukup dalam.
Ramadhan yang kita sambut ini berarti sesuatu yang memang kita tunggu-tunggu
kehadirannya. Entah bagaimana perasaan kita ketika sedang menunggu saat-saat
yang mendebarkan hati? Apalagi sudah ditunggu-tunggu selama sebelas bulan.
Sikap tersebut adalah wujud begitu besarnya cinta kita terhadap bulan ini.
SDi
lingkungan kita, pada saat menjelang bulan Ramadhan, terdapat tradisi unik
untuk mengungkapkan kebahagiaan luar biasa. Ada yang berpawai ria dan konvoi,
ada pula yang melakukan long march, ada yang menyebar jadwal imsak, ada
yang silaturahim seperti halnya lebaran, ada yang bermaaf-maafan, ada yang
kumpulan, ziarah ke makam keluarga alias nyekar, ngariung, megengan,
munggahan, kirab, dan masih banyak lagi tradisi sejenis lainnya. Bahkan
tidak sedikit pedagang yang menabung hasil jerih payahnya selama sebelsa bulan
hanya untuk persiapan Ramadhan. Selama Ramadhan ia memilih mudik dan tidak
berjualan agar bisa fokus beribadah.
Apapun
kegiatannya, yang jelas itu semua adalan bentuk ungkapan kegembiraan menyambut
Ramadhan. Jika kita bisa bergembira menyambut Ramadhan, maka seharusnya kita
bisa lebih bergembira dan semangat lagi kalau Ramadhan tersebut telah datang,
seperti saat ini.
Lalu,
bagaimanakah cara Rasulullah saw menyambut Ramadhan, alias tarhib
Ramadhan? Beliau melakukan tarhib Ramadhan jauh-jauh hari sebelum
datangnya Ramadhan. Pada bulan Sya’ban, Rasulullah saw pun semakin meningkatkan
kuantitas dan kualitas ibadahnya. Beliau saw, misalnya, tidak pernah melakukan
puasa sunah sebanyak yang dilakukan di bulan Sya’ban. Salah satu dari hikmah
memperbanyak puasa di bulan Sya'ban adalah sebagai latihan puasa selama sebulan
penuh di bulan Ramadhan. Apakah itu bukan sebuah tarhib? Ya, begitulah
salah satu cara Nabi menyambut kehadiran Ramadhan, sebulan sebelumnya telah
dipersiapkan matang-matang.
Di
samping itu, jika kita baca hadis-hadis Rasulullah saw yang lain, pasti kita
juga akan mendapati cara-cara beliau yang lain menyambut kehadiran bulan suci
ini. Adalah baginda Nabi Muhammad saw yang benar-benar melakukan tarhib
Ramadhan paling meriah dan paling lama. Beliau melakukan tarhib Ramadhan
tidak cukup sehari atau dua hari saja. Beliau mempersiapkan penyambutan
Ramadhan mulai dari menjelang kedatangannya hingga kepulangannya. Ketika sudah
datang pun, Ramadhan masih juga beliau sambut dengan meriah. Dengan demikian,
setiap hari di bulan Ramadhan adalah tamu agung yang berbeda-beda. Hari-hari
Ramadhan bak tamu agung yang datang silih berganti.
Penyambutan
Ramadhan tidak dilakukan dengan sekadar mengungkapkan rasa bahagia atau gembira
saja, melainkan dengan persiapan matang secara fisik dan mental agar kuat dalam
menjalankan ibadah spesial selama sebulan penuh itu. Riwayat tentang jaminan
bebas neraka karena kegembiraan dalam menyambut bulan Ramadhan sebagaimana yang
popular di kalangan kita adalah tidak berdasar alias palsu.
النِّيْرَانِ عَلَى
جَسَدَهُ اللهُ
حَرَّمَ رَمَضَانَ بِدُخُوْلِ فَرِحَ
مَن
"Siapa
yang bergembira karena menyambut datangnya bulan Ramadhan, niscaya Allah
haramkan jasadnya dari neraka."
Riwayat
tersebut hanya dapat dijumpai dalam kita Durratunnasihin, namun tanpa
sanad. Sementara itu, untuk bisa menyatakan bahwa hadis tersebut sahih dari
nabi Muhammad saw adalah dengan sanad tersebut. Siapa yang menyampaikan hadis
tersebut menjadi penting untuk diketahui dan dikaji. Karena tidak juga
ditemukan, maka para ulama menegaskan bahwa ungkapan tersebut bukan sebuah
hadis Nabi saw. Entah siapa yang pertama kali mengucapkan ungkapan itu, namun
yang jelas, bila ungkapan itu dinisbahkan kepada Nabi saw, maka hal itu menjadi
hadis palsu dan kebohongan atas nama nabi yang pelaku dan pengedarnya diancam
neraka. Na'udzubillah wa nastaghfiruh.
Bergembira
menyambut Ramadhan adalah sesuatu yang sah-sah saja dilakukan. Namun, jika
menjadikan hadis palsu di atas sebagai dasarnya, hal ini menjadi masalah baru
dalam beragama. Masih banyak hadis-hadis sahih dari Nabi yang menyatakan
kegembiraan akan kedatangan bulan Ramadhan selain hadis palsu di atas. Cukuplah
bagi kita dasar-dasar dari al-Quran dan sunnah-sunnah nabi yang sahih sebagai
acuan beragama kita, di dalam maupun di luar Ramadhan.
Adalah
Nabi Muhammad saw orang yang selalu memotivasi para sahabatnya dalam berbagai
hal, khususnya masalah keislaman dan Ramadhan. Beliau selalu menyemarakkan
malam-malam Ramadhan untuk qiyamullail. Beliau bersabda,
ذَنْبِهِ مِنْ
تَقَدَّمَ مَا
لَهُ
غُفِرَ
وَاحْتِسَابًا إِيْمَانَا رَمَضَانَ قَامَ
مَنْ
"Siapa
yang bangun (menyemarakkan malam-malam) Ramadhan karena iman dan mengharap
ridha Allah, pasti akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
Tentu,
yang dosa yang diampuni sebagaimana janji Allah tersebut adalah dosa-dosa
kecil, karena kalau dosa besar seperti syirik, zina, membunuh orang, dan
sejenisnya diperlukan taubat nasuha. Apalagi jika dosa tersebut menyangkut hak
orang lain, maka harus minta maaf terlebih dahulu kepada yang berhak. Nah,
begitulah cara Nabi menyambut ramadhan di malam hari. Lalu, bagaimana cara
beliau menyambut hari-hari Ramadhan kala siang hari?
Rasulullah
saw bersabda,
ذَنْبِهِ مِنْ
تَقَدَّمَ مَا
لَهُ
غُفِرَ
وَاحْتِسَابًا إِيْمَانَا رَمَضَانَ صَامَ
مَن
"Siapa
yang puasa (di siang) Ramadhan karena iman dan mengharap ridha Allah, pasti
akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
Kalau
di malam hari, Nabi memotivasi kita untuk bergadang yang diisi dengan ibadah
alias qiyamullail, maka pada siang harinya, kita diperintahkan untuk
berpuasa. Awas jangan sampe bolong kalau tidak benar-benar dalam kondisi
darurat karena sakit, musafir, atau datang bulan bagi wanita. Itu pun harus
diganti. Demikianlah, kalau semua itu kita lakukan dengan ikhlas karena Allah,
pasti bakal diampuni dosa-dosa kita yang telah lalu. Dengan ampunan itulah,
kita bisa selamat dari lahapan Neraka, Si jago merah itu. Mudah, bukan?
Kalau
biasanya di saing hari kita makan-minum, jalan-jalan, maka pastilah hal itu
menguras tenaga dan juga kantong. Nah, dengan puasa kita tidak menguras
apa-apa. Berarti lebih mudah dong! Di samping itu, pada malam hari kita juga
biasa bergadang, apalagi kalau ada pertandingan bola, maka pada malam Ramadhan
kita juga melakukan hal yang sama, bergadang juga. Malahan, kali ini bisa
rame-rame lagi bareng keluarga dan masyarakat. Tidak perlu berlama-lama,
asalkan dilakukan dengan penuh keihlasan dan istikamah, yang penting
bergadangnya tidak disalahgunakan. Begitulah kanjeng Nabi kita menyambut hari
per hari di bulan Ramadhan. Berikut adalah testimonial istri-istri beliau
mengenai amaliyah Nabi saw di bulan suci,
مِئزَرَهُ وَشَدَّ أهْلَهُ وَأيْقَظَ لَيْلَهُ أحْيَا
رَمَضَانَ مِنْ
الأَوَاخِرَ العَشْرَ دَخَلَ
إِذَا
وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللهُ
صَلَّى
اللهِ
رَسُوْلُ كَان
((متفقٌ عَلَيْهِ))
"Dulu,
Nabi saw ketika sudah memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) selalu
menghhidupkan malamnya, membangunkan keluarganya, dan mengencangkan sarungnya
(tidak menggauli istri-istrinya)." (HR. Bukhari dan Muslim)
لا مَا
مِنْهُ
الأوَاخِرِ العَشْرِ وَفِي
،غَيْرِهِ في
يَجْتَهِدُ لاَ
مَا
رَمَضَانَ في
يَجْتَهِدُ - وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللهُ
صَلَّى-
اللهِ
رَسُوْلُ كَان
(رواه مسلم).غَيْرِهِ في
يَجْتَهِد
"Dulu,
Nabi saw selalu bersungguh-sungguh (ibadah) di bulan Ramadhan melebihi
kesungguhan beliau di bulan lain. Dan di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan,
juga melebihi hari-hari selainnya." (HR. Muslim)
Malam-malam
ramadhan selalu disemarakkan dengan beribadah, qiyamullail: Shalat malam,
membaca al-Quran, daibadah-ibadah lainnya. Semarak malam-malam ramadhan juga
diramaikan oleh keluarga beliau dan bahkan masyarakat sekitarnya. Pernah suatu
ketika, Nabi sedang menyemarakkan malam-malam Ramadhan, kemudian diketahui oleh
para sahabat, maka pada malam berikutnya, beliau dikejutkan dengan banyaknya
sahabat yang turut mengikuti beliau di masjid. Lalu, nabi pun kasihan terhadap
mereka sehingga beliau melaksanakannya di rumah agar hal tersebut tidak
diwajibkan bagi umatnya. Begitulah cara Nabi dan masayarakatnya melakukan tarhib
ramadhan hingga paripurna. Adakah di antara kita yang menyambut Ramadhan lebih
semarak dan meriah dibanding Nabi dan sahabatnya itu?
Demikianlah,
wujud kegembiraan yang hakiki dalam menyambut hadirnya bulan Ramadhan. Ketika
yang disambut, dirindukan dan dinanti-nanti telah tiba, ia tidaklah dilewatkan
begitu saja. Begitu istimewanya bulan Ramadhan, maka sepuluh malam terakhir itu
pun oleh nabi sekaligus dijadikan sebagai malam perpisahan, Farewell party
dengan ramadhan. Entah, kegiatan apakah di seluruh belahan dunia ini yang acara
pesta penutupan dan perpisahannya dilakukan selama sepuluh hari? Apalagi di
malam-malam farewell party itu ada satu malam penganugerahan seribu
bulan. Itulah malam teristimewa yang tidak di dapati di malam-malam yang lain, lailatul
qadar. Pasti seru, beramai-ramai setiap malam bersama keluarga di bulan
Ramadhan yang kita sayangi, kita nanti-natikan sampai kedatangannya saja
dirayakan secara besar-besaran. Sebenarnya, kita semua sudah mengetahui dan
bahkan menyadari betul akan hal tersebut. Namun, kita seringkali lupa bahwa
itulah esensi tarhib Ramadhan, penyambutan bulan Ramadhan yang hakiki.
Bukan, sekadar mengungkapkan kegembiraan saat menjelang Ramadhan atau di
awalnya saja, melainkan setiap hari dan setiap saat hingga Ramadhan itu pulang
dan akan datang kembali..
Tentu
kita seharusnya juga masih ingat dan sadar betul atas apa yang selalu kita
minta selama dua bulan penuh menjelang Ramadhan. Ya, di bulan Rajab dan Sya'ban
kita hampir setiap hari diajari sebuah doa agar disampaikan pada bulan
Ramadhan.
رَمَضَانَ وَبلِّغْنَا وَشَعْبَانَ رَجَبَ
فِيْ
لَنَا
بَارِكْ اَللَّهُمَّ
"Ya
Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah (umur) kami
kepada bulan Ramadhan."
Lalu,
apa esensi doa tersebut? Buat apakah doa tersebut? Tentu kita memohon-mohon
selama dua bulan penuh itu tidak lain adalah agar bisa menyantap keberkahan tak
terhingga di bulan Ramadhan ini. Maka, kini adalah saat yang tepat untuk
menepati janji kita karena doa kita telah dikabulkan oleh Allah. Kini kita masih
sempat membaca tulisan ini, berarti kita benar-benar diberikan kesempatan
menikmati Ramadhan. Waffaqanallahu Lima yuhibbuhu wa yardlah. Amin….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar