|
Penulis |
Rasulullah
Teladan Kita
Masih
teringat waktu masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Namun lupa waktu itu
kelas berapa. Hehehehe.. disela-sela proses belajar, Pak Guru bertanya kepada
seluruh murid tentang siapa idola kami. Ada teman yang menjawab ibunya, ada
juga yang menjawab Pak Presiden dan ada juga yang menjawab H. Rhoma
Irama..hehehe.. yaah namanya juga anak SD masih polos-polos..Mendengar jawaban
kami, Pak Guru hanya tersenyum kemudian menjelaskan siapa idola kami
sesungguhnya. “Anak-anak sekalian, idola kita umat Islam bukan Ibu kita, bukan
juga Pak Presiden, apalagi Pak H. Rhoma Irama, tapi idola kita adalah Nabi
Muhammad saw”.
Begitu
mulianya Sang Nabi, hingga di SD pun kita diajarkan siapa sesungguhnya idola
umat Islam. Namun, apa yang terjadi di zaman modern saat sekarang ini? Ajaran
artsi-artis lebih diutamakan daripada melaksanakan perintah Rasulullah saw.
artis-artis lebih diutamakan dan Nabi Muhammad dinomor duakan. Inilah
fenomena-fenoma yang terjadi di zaman ini, sehingga umat Islam mundur baik
secara ibadah maupun akhlak.
Pada
malam yang diterangi oleh cahaya sang rembulan, tepatnya pada tanggal 12
Rabi’ul Awwal, tahun 570 M atau dikenal dengan tahun gajah, hadirlah ke tengah
umat manusia seorang bayi yang yang suci lagi mulia yang diberi nama oleh
keluarganya dengan panggilan Muhammad.
Para
sejarawan menyebutkan tahun masehi sebagai penanggalan terhadap kelahiran Nabi
Muhammad saw. sementara sebagian mereka ada pula yang menetapkan penanggalannya
dengan menyebut tahun lian, yaitu ‘tahun Gajah’ sebagai tradisi penaggalan yang
digunakan oleh orang-orang Quraisy dan bangsa Arab pada masa itu.
Ada
peristiwa apa dibalik nama tahun gajah? Gajah merupakan simbol terhadap agresi
yang dilancarkan oleh Abrahah al-Habsyi terhadap Mekkah al-Mukarramah dalam
misinya menghancurkan Ka’bah dan memaksa penduduknya dan orang-orang Arab yang
lain untuk berhaji (ziarah) ke tempat ibadah yang ia bangun di Shan’a dengan
sangat megah dan dihiasi dengan keramik, emas dan permata. Abrahah adalah
seorang penguasa Yaman pada saat itu. Kepemimpinannya berada dibawah kekuasaan
Raja Abbisina.
Rasulullah
saw sudah menjadi yatim piatu sejak ia masih kecil, yaitu pada usia enam (6)
tahun. Ayah Rasulullah saw meninggal pada saat Ia masih dalam kandungan ibunya.
Pada usia enam (6) tahun ibunya kembali dipanggil menghadap oleh Tuhan Yang
Maha Esa.
Pada
masa yatim piatu Ia kembali kepada kakeknya Abdul Muthalib di kota Mekkah. Dari
kakeknya itulah Ia banyak mendapatkan kelembutan dan kasih sayang, sang kakek
akan akan melakukan apa pun untuk menghibur Nabi sepeninggal orang tuanya.
Hingga sang kakek selalu membawa pada pertemuan-pertemuan dengan para pemuka
Mekkah disekitar Ka’bah. Namun Abdul Muthalib pada saat itu sudah berusia lebih
dari seratus tahun. Sehingga dua tahun setelah wafatnya ibunya Siti Aminah,
sang kakek pun sekaligus pemuka ternama kota Mekkah saat itu meninggal dunia.
Setelah
sang kakek meninggal dunia, Ia kembali diasuh oleh pamannya Abu Thalib. Seorang
paman yang jasanya begitu besar dan tidak dapat dipungkiri terhadap Nabi dan
dakwah dalam Islam. Abu Thalib memutuskan untuk mengasuh anak saudaranya yang
telah yatim piatu. Ia memberikan perhatian yang tulus, penuh dengan kasih
sayang, kelembutan dan perlindungan sehingga banyak menghibur Nabi hingga detik
akhir dari usianya.