Penulis |
Rasulullah
Teladan Kita
Masih
teringat waktu masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Namun lupa waktu itu
kelas berapa. Hehehehe.. disela-sela proses belajar, Pak Guru bertanya kepada
seluruh murid tentang siapa idola kami. Ada teman yang menjawab ibunya, ada
juga yang menjawab Pak Presiden dan ada juga yang menjawab H. Rhoma
Irama..hehehe.. yaah namanya juga anak SD masih polos-polos..Mendengar jawaban
kami, Pak Guru hanya tersenyum kemudian menjelaskan siapa idola kami
sesungguhnya. “Anak-anak sekalian, idola kita umat Islam bukan Ibu kita, bukan
juga Pak Presiden, apalagi Pak H. Rhoma Irama, tapi idola kita adalah Nabi
Muhammad saw”.
Begitu
mulianya Sang Nabi, hingga di SD pun kita diajarkan siapa sesungguhnya idola
umat Islam. Namun, apa yang terjadi di zaman modern saat sekarang ini? Ajaran
artsi-artis lebih diutamakan daripada melaksanakan perintah Rasulullah saw.
artis-artis lebih diutamakan dan Nabi Muhammad dinomor duakan. Inilah
fenomena-fenoma yang terjadi di zaman ini, sehingga umat Islam mundur baik
secara ibadah maupun akhlak.
Pada
malam yang diterangi oleh cahaya sang rembulan, tepatnya pada tanggal 12
Rabi’ul Awwal, tahun 570 M atau dikenal dengan tahun gajah, hadirlah ke tengah
umat manusia seorang bayi yang yang suci lagi mulia yang diberi nama oleh
keluarganya dengan panggilan Muhammad.
Para
sejarawan menyebutkan tahun masehi sebagai penanggalan terhadap kelahiran Nabi
Muhammad saw. sementara sebagian mereka ada pula yang menetapkan penanggalannya
dengan menyebut tahun lian, yaitu ‘tahun Gajah’ sebagai tradisi penaggalan yang
digunakan oleh orang-orang Quraisy dan bangsa Arab pada masa itu.
Ada
peristiwa apa dibalik nama tahun gajah? Gajah merupakan simbol terhadap agresi
yang dilancarkan oleh Abrahah al-Habsyi terhadap Mekkah al-Mukarramah dalam
misinya menghancurkan Ka’bah dan memaksa penduduknya dan orang-orang Arab yang
lain untuk berhaji (ziarah) ke tempat ibadah yang ia bangun di Shan’a dengan
sangat megah dan dihiasi dengan keramik, emas dan permata. Abrahah adalah
seorang penguasa Yaman pada saat itu. Kepemimpinannya berada dibawah kekuasaan
Raja Abbisina.
Rasulullah
saw sudah menjadi yatim piatu sejak ia masih kecil, yaitu pada usia enam (6)
tahun. Ayah Rasulullah saw meninggal pada saat Ia masih dalam kandungan ibunya.
Pada usia enam (6) tahun ibunya kembali dipanggil menghadap oleh Tuhan Yang
Maha Esa.
Pada
masa yatim piatu Ia kembali kepada kakeknya Abdul Muthalib di kota Mekkah. Dari
kakeknya itulah Ia banyak mendapatkan kelembutan dan kasih sayang, sang kakek
akan akan melakukan apa pun untuk menghibur Nabi sepeninggal orang tuanya.
Hingga sang kakek selalu membawa pada pertemuan-pertemuan dengan para pemuka
Mekkah disekitar Ka’bah. Namun Abdul Muthalib pada saat itu sudah berusia lebih
dari seratus tahun. Sehingga dua tahun setelah wafatnya ibunya Siti Aminah,
sang kakek pun sekaligus pemuka ternama kota Mekkah saat itu meninggal dunia.
Setelah
sang kakek meninggal dunia, Ia kembali diasuh oleh pamannya Abu Thalib. Seorang
paman yang jasanya begitu besar dan tidak dapat dipungkiri terhadap Nabi dan
dakwah dalam Islam. Abu Thalib memutuskan untuk mengasuh anak saudaranya yang
telah yatim piatu. Ia memberikan perhatian yang tulus, penuh dengan kasih
sayang, kelembutan dan perlindungan sehingga banyak menghibur Nabi hingga detik
akhir dari usianya.
Nabi
Muhammad saw. tidak pernah duduk di bangku sekolah, institut atau pusat kajian
agama dalam bentuk apa pun. Pelajaran tulis-menulis pada saat itu diberikan
sangat terbatas dan hanya diperuntukkan bagi anak-anak para pemuka Quraisy yang
kaya raya. Meskipun nama Abu Thalib cukup terkenal dikalangan Quraisy, namun Ia
tidak terkenal karena kekayaannya. Sang Nabi meskipun tidak sekolah, tapi Ia
merupakan anak yang cerdas pada masa itu. Ia tidak mau menjadi beban bagi
pamannya. Maka dari itu, ia tidak merasa gengsi untuk menggembalakan kambing
orang Quraisy walau hanya dengan upah yang sedikit. Inilah bentuk kesyukuran
sang Nabi atas nikmat yang diberikan oleh Allah kepadanya. Kematangan peribadi
Nabi Muhammad memang melampaui usianya sekaligus juga jauh terlihat berbeda
dengan anak-anak sebayanya. Muhammad telah tumbuh menjadi remaja yang cerdas,
ulet dan tangguh. Ia cerdas, sopan, dan suka menolong orang yang membutuhkan
pertolongan.
Pada
usia 13 tahun, ia berangkat bersama pamannya dalam sebuah ekspedisi perdagangan
menuju Syiria. Ia membantu sang paman berdagang dan banyak belajar darinya
serta mendapatkan pengalaman yang luar biasa dari perjalanan berdagang
tersebut. Ketika dilihatnya sang paman sudah menunggangi kudanya, ia
menengadahkan kepala sambil berkata “Mengapa
engkau pergi tanpa diriku? Ijinkanlah aku untuk menemani perdaganganmu ini,
wahai paman tercinta”.
Semula
memang tidak terlintas dalam benaknya untuk mengajak kemenakannya itu, karena
mengingat sulitnya medan perjalanan yang akan ditempuh yaitu menyebrangi padang
pasir yang gersang dan tandus, belum lagi cuaca dan bahaya yang setiap saat
mengintai. Mendengar permintaan sang Nabi, luruh juga hati Abu Thalib. Sang
Nabi menampakkan wajah kesungguhan bahwa ia mampu melakukan ekspedisi ini.
Pertimbangan lain yang membuat Abu Thalib mengizinkan sang Nabi untuk ikut
berdagang yaitu Ia adalah remaja yang tangguh, penuh disiplin, tidak pemalas,
sopan dan mudah diajak kerjasama.
Berhari-hari
sudah kafilah itu berjalan, siang-malam melintasi gurun sahara yang kering,
tandus dan panas. Sungguh perjalanan yang berat, namun sang Nabi menampakkan
sikap ketegarannya bahwa ia mampu melewati perjalanan ini. Ia tetap duduk diam
sambil mengamati luasnya gurung sahara di belakang sang paman yang memegang
kendali untanya.
Melalui
perjalanan inilah sang Nabi kemudian mulai melakukan pencarian diri dan
pencarian Tuhan dengan melontarkan berbagai macam pertanyaan ke dalam dirinya
sendiri. Mengapa manusia tidak berdaya sama sekali, baik secara sendiri maupun
dengan kelompok ketika berhadapan dengan alam semesta yang luas ini? Siapakah
yang menciptakan alam yang sangat luas ini? Bagaimana ia menundukkan alam ini?
Adakah Tuhan selain Lata dan Uzza yang disembah oleh orang-orang Quraisy yang
menundukkan alam ini? Siapakah Dia? Tanpa menyadari pertanyaan-pertanyaan yang
terlontar di hati sang Nabi, ia pun yakin bahwa kepercayaan orang-orang Mekkah
pada berhala adalah sebuah kebodohan yang nyata. Sebuah agama yang sangat tidak
masuk akal. Mengapa sebuah patung yang dibuat sendiri oleh tangan manusia,
mampu berkuasa pada tuan pembuatnya.
Dalam
perjalanan ini pulalah Allah membiarkan sang Nabi bersentuhan langsung dengan
alam yang dihiasi dengan berbagai macam kehidupan di dunia ini. Telinganya yang
tajam mendengar cerita-cerita orang Arab dan penduduk pedalaman tentang sejarah
masa lampau mereka, tradisi dan kehidupan mereka, bangunan-bangunan mereka.
Dilaluinya daerah-daerah seperti Madyan, Wadi’l Qura serta peninggalan Thamud
lengkap dengan cerita mengenai bangunan tersebut. Inilah rahasia dibalik
keyatim piatuannya itu, Allah hendak mengajarkan kepada san Nabi tentang
kehidupan, alam semesta beserta penciptanya.
Setelah
berhari-hari berjalan, rombongan kafilah itu tibalah di Busra, suatu tempat di
Timur Urdun, sebelah selatan Syam. Kebahagiaan yang mereka rasakan karena bisa
berdagang di tempat ini. Di tempat ini jugalah para pedagang Romawi biasa
datang untuk tukar-menukar dagangan dengan orang-orang Arab. Di tempat ini
pulalah dalam sebuah hikayat diceritakan berdiam seorang hanif, yaitu pendeta
Nasrani yang bernama Bahira. Bahira ketika melihat pertama kali wajah dan
perilaku Muhammad, ia langsung mengenalinya sebagai calon Nabi, utusan Allah
yang akan menyebarkan risalah-Nya ke segala penjuru dunia.
Bahira
sengaja mendudukkan Muhammad kecil disampingnya, sehingga ia bebas bertanya
kepadanya. “Demi Latta dan Uzza maupun
Hubal, bersediakah engkau memberi keterangan yang bena?”. Tanya Bahira
dengan hati-hati. Mendengar kata-kata Bahira, Muhammad memalingkan wajah dan
melihat langsung kedua mata Bahira. Sorot matanya yang tegas dan menyiratkan
tentang ketidaksenangannya mendengar kata-kata Bahira. “Janganlah Anda menanyakan sesuatu kepadaku dengan menyebut demi Latta
dan Uzza. Ketahuilah tiada yang paling Aku benci kecuali berhala-berhala itu.
Berbicaralah hanya menyebut demi Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta alam semesta
ini”.
Bahira
tersentak mendengar jawaban lugas dan tidak pernah diduga itu. Ia kemudian
memandangi Muhammad. Ia sangat kaget seorang Muhammad kecil mampu berbicara dan
memahami masalah tauhid. “Bagaimana
mungkin anak sekecil ini telah memahami masalah tauhid?”. Pikirnya.
“Baiklah, demi Tuhan Pencipta Alam Semesta, bersediakah
engkau memberi keterangan yang benar?”. Bahira kemudian mempersilahkan Muhammad menjelaskan apa
yang dimintanya.
Kemudian
antara Bahira dan Muhammad terlibat pembicaraan serisu. Tapi sayang sekali para
ahli sejarah tidak memiliki catatatan lengkap tentang percakapan tersebut.
Kemungkinan besar Bahira tidak mau mengungkapkan apa yang telah diketahuinya
mengenai tanda-tanda kenabian dalam diri seseorang. Sedangkan Nabi Muhammad
sendiri menganggap pembicaraan ini tidak begitu terlalu penting, sehingga
beliau tidak pernah membicarakannya kembali, baik sesudah itu maupun bertahun-tahun
tak kala Ia telah menjadi Nabi dan Rasul Allah SWT. Baginya, masalah
tanda-tanda kenabian dirinya tidak perlu dipermasalahkan. Justru masalah
kenabian itu sendiri yang lebih penting untuk dikaji.
Kemudian,
disaat Nabi Muhammad saw. memasuki usia 20 tahun, Ia dan pamannya Abu Thalib
mengahadiri pertemuan penting dalam sejarah Arab dan aktivitas hak asasi
manusia (HAM) sedunia yang disebut dengan Halful
Fudhul. Sejarawan menyebutkan bahwa ada seorang saudagar dari suku Bani
Zubaid telah menjual suatu komiditi kepada salah seorang suku Quraisy yang
bernama Ash ibn Wa’il as-Sahmi. Namun ia tidak berdaya untuk mendapatkan
pembayaran dari penjualan tersebut.
Saudagar
it meminta bantuan kepada salah seorang pemuka Quraisy dan orang-orang
terkemuka dari suku lainnya guna mendapatkan haknya itu. Namun ternyata mereka
tidak begitu serius menangani kasusnya itu. Tak kala saudagar itu telah putus
asa, ia berdiri di tengah-tengah orang banyak disamping Ka’bah, disaat semua
orang sedang berkumpul, melontarkan beberapa bait syair keluhan tentang
kezaliman yang telah menimpa dirinya. Dalam bait syair itu, ia menyatakan
keheranan dan tidak ada orang yang mau menolongnya untuk mendapatkan apa yang
telah menjadi haknya.
Bergeraklah
antusias beberapa orang yang nalurinya benci terhadap kezholiman. Mereka
sepakat secara bersama-sama untuk menyatakan sumpah kehormatan diantara mereka
yang isinya menolak kezholiman, membela orang-orang yang teraniaya dan
menegakkan keadilan di Mekkah. Pertemuan itu pun diadakan di rumah Abdullah ibn
Jid’an, salah satu pemuka Quraisy karena menghargai usia dan kedudukannya
dimasyarakat. Pertemuan itu dihadiri oleh perwakilan-perwakilan berbagai suku
ternama, antara lain : Bani Hasyim, Bani Muthalib, Bani Asad ibn Abdul ‘Uza,
Zuhrah ibn Kilab dan Taim ibn Murrah.
Para
pemuka Quraisy di atas sepakat dan saling mengikrarkan janji dan selalu berdiri
bersama-sama, bahwa siapa pun yang teraniaya baik dari penduduk kota Mekkah
maupun yang datang dari luar, mereka akan selalu berada dipihak orang yang
teraniaya sampai ia tertolong.
Sang
pemuda Muhammad ikut hadir sebagai salah satu perwakilan dari Bani Hasyim dalam
pertemuan bersejarah yang disebut oleh orang-orang Quraisy Halful Fudhuul. Setelah Allah mengangkat beliau menjadi Nabi, ia
teringat dengan pertemua itu. Ia berkata dalam bentuk pujian “Bersama
paman-pamanku, aku pernah menyaksikan sebuah sumpah di rumah Abdullah ibn
Jid’an, dan aku tidak suka mengganti fakta yang kuhadiri itu dengan jenis unta
yang baik. Kalau sekarang aku diajak pasti aku kabulkan”.
Pada
saat usia Nabi Muhammad saw. memasuki 25 tahun, kredibilitas dan reputasinya di
kota Mekkah sangat baik. Ia dikenal sebagai pemuda yang baik, terhormat, jujur,
tidak pernah berdusta dan amanah. Reputasi ini berhasil menarik perhatian salah
seorang wanita kota Mekkah yang kaya raya, terpandang, terhormat dan sangat
sukses dalam menjalankan bisnis perdagangan, yang kelak menjadi istri Nabi
Muhammad saw. sekaligus menjadi pemeluk agama Islam yang pertama.
Betapa
mulia dan agungnya Nabi kita Muhammad saw. sehingga orang-orang Quraisy pun
simpatik kepadanya. Bergembiralah kita umat Islam yang mempunyai seorang Nabi
yang kasih sayangnya kepada umat tidak akan pernah sirna ditelan zaman.
Sepatutnya kita mengidolakan Beliau dan bukan mengidolakan orang lain terlebih
jika ia hanya seorang artis biasa. Nabi Muhammad saw. adalah juga seorang artis
yang namanya tidak akan pernah dilupakan oleh zaman, cahanya di atas cahaya,
seluruh penduduk langit dan bumi takjub kepadanya. Beruntunglah bagi
orang-orang yang mengidolakan Beliau dan menjalankan sunnah-sunnah Beliau.
Merugilah orang-orang yang tidak mengidolakan Beliau apalagi membenci dan tidak
menjalankan seunnah-sunnahnya. Semoga salam dan salam selalu tercurah kepadanya
hingga akhir zaman. Aamiin.
Akhlak Nabi Muhammad SAW
Dari
semenjak Nabi Adam sampai dengan Nabi Muhammad saw. risalah kenabian yang
diemban adalah menyampaikan peringatan dan kabar gembira kepada umat manusia,
yang misinya adalah menyampaikan wahyu Allah secara terus-menerus. Ajaran yang
diterima oleh Nabi dan Rasul-Nya sangat penting untuk disampaikan kepada umat
manusia karena di dalamnya mengandung kebenaran dan keselamatan, baik di dunia
maupun di akhirat.
Dalam
menyampaikan risalah kenabian tidaklah berjalan dengan mulus. Fitnah, cacian
dan penghinaan adalah sebuah tantangan yang harus dilalui. Namun, Rasulullah
yakin bahwa apa yang disampaikannya itu benar karena bersumber dari Yang Maha
Benar, sehingga Ia akan menyampaikannya meskipun harus melalui ujian tersebut.
Pada
dasarnya Rasulullah bukanlah seorang yang agresif dan suka menonjolkan diri.
Sebaliknya dengan mempelajari kehidupan Rasullah terutama dari segi akhlaknya,
kita akan menemukan berbagai macam keajaiban. Rasulullah saw. suka merenung,
tidak suka mencampuri urusan orang lain, suka membantu orang lain, dan suka
menyendiri. Namun, karena ia sangat prihatin dalam menyaksikan situasi yang
kacau balau tentang perilaku manusia di sekelilingnya, batinnya pun memaksa ia
untuk terjun dalam arena sejarah.
Selama
kurang lebih 23 tahun Rasulullah saw. berhasil menyampaikan risalah kenabian
itu. Apakah pada masa menyampaikan risalah kenabian atau setelah meraih
kemenangan yang gemilang Rasulullah saw meninggalkan akhlaknya?
Kemenangan-kemenangan
yang diraih oleh Rasulullah saw beserta kaum Muslimin dalam melawan kafir
Quraisy tidak merubah apalagi meninggalkan akhlak Nabi. Sepanjang perjalanan,
sifat fathonah, amanah, siddiqh, dan tabligh (FAST) Rasulullah saw tetap
menjadi teladan bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia.
Al-Qur’an,
hadits-hadits, dan para ahli sejarah banyak memberikan penjelasan kepada kita
tentang kepribadian Rasulullah saw. namun pada kesempatan ini, penulis hanya
akan memberikan beberapa contoh akhlak Rasulullah saw.
Pada
masa anak-anak sampai Ia wafat, menurut para sahabat dan ahli sejarah Islam
mengatakan bahwa Rasulullah saw. sedikit pun tidak pernah berdusta, ini
merupakan sebuah bentuk keistimewaan yang sangat luar biasa karena yang
membimbing Beliau adalah Sang Maha Jujur. Nabi adalah sosok yang terkenal
pemurah dan dermawan. Abdullah ibn Abbas berkata, “Rasulullah adalah orang yang paling pemurah dalam hal kebaikan,
terlebih khusus dalam bulan Ramadhan”. (HR. Muslim).
Meskipun
Ia adalah seorang Nabi dan sekaligus seorang Rasul Allah, ia tetap dermawan dan
tidak pelit terhadap umatnya. Anas ibn Malik mengatakan “Rasulullah tidak
pernah dimintai sesuatu oleh orang lain, melainkan Beliau akan memenuhinya”.
Selanjutnya Anas mengatakan, “Suatu ketika ada seorang laki-laki yang menemui
Nabi, lalu beliau memberikan seekor Domba kepada orang itu. Lalu orang tersebut
pulang ke kaumnya dan berkata, “Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam agama
Islam, karena sesungguhnya Nabi Muhammad saw. bersifat pemurah dan Beliau tidak
jatuh miskin”. (HR. Muslim).
Subehanallah, begitu
mulianya akhlak seorang Nabi kekasih Allah, ia memberikan seekor domba kepada
seseorang yang meminta kepada Beliau. Allah Yang Maha Membalas ternyata
membalas sifat pemurah Beliau dengan memberikan hidayah kepada orang tersebut
beserta kaumnya untuk memeluk agama Islam. Kebaikan akan selalu berbuah
kebaikan, maka berbuat baiklah karna Allah Yang Maha Baik akan membalas
kebaikan kita.
Rasulullah
saw. diutus oleh Allah ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Tidak sepantasnyalah kita umat Islam mengambil contoh akhlak orang lain selain
akhlak Beliau. Nabi adalah teladan yang agung yang tidak akan pernah ditelan
oleh zaman dan waktu. Rasulullah saw. tidak pernah menggunakan harta milik
publik utnuk kepentingan diri sendiri dan keluarganya. Asiyah ra. pernah
berbincang-bincang dengan kemenakannya Urwah. Aisyah ra. mengatakan “wahai
Urwah, demi Allah, bila kita saksikan bulan sabit, kemudian bulan sabit
berikutnya dan tiga bulan sabit berlalu dalam dua bulan, maka selama itu asap
di dapur rumah isteri-isteri Rasul tidak pernah mengepul untuk memasak suatu
makanan”. Lantas, apa yang kalian makan wahai bibiku? Tanya Urwah. Asiyah ra.
menjawab “Al-Aswadaan : Korma dan
air. Akan tetapi, Rasulullah mempunyai tetangga dari kalangan Anshar. Mereka
mempunyai hewa ternak berupa unta dan domba. Mereka rutin mengirimkan susu
perahannya kepada Rasul, lalu Rasul memberikannya kepada kami”.
Akhlak
Beliau selanjutnya yang wajib diteladani adalah komitmen penuh terhadap
kejujuran dan kebenaran. Sehingga pada masa remja Beliau telah mendapat gelar
Al-Amiin (terpercaya) dari masyarakat arab. Beliau menegaskan hali itu dalam
sabdanya : “Hendaklah kamu berpegang
kepada kebenaran, karena sesungguhnya kebenaran itu memimpin kepada kebaktian
dan kebaktian itu membawa ke surga (kebahagiaan), dan hendaklah tetap seseorang
itu bersifat benar dan memilih kebenaran hingga dia tertulis di sisi Allah
sebagai orang yang sangat benar. Dan hendaklah kamu jauhi kedustaan, karena
sesungguhnya kedustaan itu memimpin kepada kedurhakaan, dan kedurhakaan membawa
ke neraka (kehancuran), dan janganlah seseorang itu tetap berdusta dan memilih
kedustaan hingga tertulis di sisi Allah sebagai pendusta”. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Komitmen
Beliau yang terus-menerus dijaga untuk selalu jujur dan memegang kebenaran
telah membentuk karakter yang kuat dalam diri Beliau, karakter pemimpin yang
adil dan memihak kepada kebenaran. Beliau menjadi pemimpin yang dicintai karena
Beliau selalu mencintai orang-orang yang dipimpinnya.
Suatu
hari, Umar ibn Khattab datang menemui Rasulullah saw. saat itu Rasulullah
sedang duduk di atas karpet yang berukuran kecil dan mengenakan kain sarung. Ia
melihat karpet yang diduduki Rasulullah sudah lapuk dimakan usia. Selain itu,
ia juga melihat persediaan gandum di rumah Rasulullah tinggal sedikit. Karena
itu, Umar menangis. Tatkala Rasulullah menanyakan kepada Umar apa yang membuat
ia menangis, ia menjawab “Wahai Nabi Allah, bagaimana mungkin aku tidak
menangis sementara aku melihat karpet yang engkau duduki sudah seperti ini dan
aku melihat juga persediaan gandungmu sudah menipis. Sementara itu, Kisra
Persia dan Qaisar Romawi hidup dalam kemewahan, padahal engkau seorang Nabi dan
hamba pilihan Allah. Kemudian Nabi menjawab, “Wahai ibn Khattab, tidakkah kamu
rela kehidupan ukhrawi untuk kita dan kehidupan duniawi untuk mereka?’’.
Hal
ini bukan berarti Rasulullah tidak menaruh perhatian terhadap kemewahan dunia.
Tapi, Rasulullah memberikan contoh kepada kita semua tentang kesederhanaan
dalam menjalani kehidupan, bersikap rendah hati, dan tidak membelanjakan harta
untuk hal-hal yang tidak penting dan bermanfaat, serta memberikan contoh dan
teladan bagi para pemimpin yang diserahi amanat untuk senantiasa berjuang bagi
rakyat. Beliau memahami bahwa kehidupan
dunia ini hanyalah kesenangan sementara dan akan ditinggalkan, sedangkan kehidupan
akhirat adalah kesenangan yang hakiki. Beliau hanya mengharap kemuliaan dan
derajat yang tinggi di sisi Allah.
Nabi
Muhammad saw. adalah peribadi yang rendah hati. Anas ibn Malik berkata, “Aku
melayani/membantu Rasulullah selama 10 tahun. Selama itu, aku tidak pernah
mendengar Beliau mengatakan ‘ah’ dan mengatakan mengapa engkau berbuat begini
dan tidak berbuat seperti itu”. Masih dari Anas ibn Malik, ia berkata, “bila
Rasulullah menjabat tangan seseorang atau ada orang yang menjabat tangannya,
maka Beliau tidak akan melepaskannya sebelum orang itu melepaskannya terlebih dahulu. Dan bila ada orang yang
menemuinya, maka Beliau tidak akan memalingkan wajahnya sebelum orang itu
pergi”.
Nabi
Muhammad saw. pernah berpesan supaya memberi kemudahan kepada orang lain dan
memilih yang termudah di antara dua hal, selama itu bukan dosa. ‘Aisyah pernah
mengatakan, “Rasulullah tidak memilih
diantara dua dua hal/perkara, kecuali Beliau akan memilih yang termudah
diantara keduanya, selama hal itu bukah dosa. Bila hal itu merupakan dosa, maka
Beliaulah orang yang paling pertama menjauhinya. Rasulullah tidak pernah
menuntut balas untuk dirinya, kecuali bila kehormatan-kehormatan Allah swt.
dirusak atau dilanggar”. (HR. Muslim).
Nabi
adalah sosok peribadi yang terkenal pemalu, menghormati orang lain, dan
menjauhi kata-kata yang tidak berguna dalam pembicaraannya. Beliau menganjurkan
orang lain agar menghiasi diri dengan akhlak yang mulia dan menjadikan akhlak
yang mulia sebagai salah satu ajaran pokok dalam Islam. Dirawikan dari Sa’id
al-Khudri, ia berkata : “Adalah
Rasulullah saw lebih pemalu dari gadis pingitan. Bila melihat sesuatu yang
tidak disukainya, kami dapat mengetahuinya dari rona wajah Beliau”. (HR.
Muslim).
Nabi
Muhammad saw. berpesan supaya berbuat baik kepada tetangga, memuliakan tamu,
dan berkata baik. Beliau bersabda, “Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berbuat baik kepada
tetangganya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia
memuliakan tamunya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
hendaklah ia berkata baik atau diam”. (HR. Muslim).
Nabi
Muhammad saw. melarang perbuatan yang menyakiti dan menyiksa orang lain serta
mewanti-wanti agar tidak melakukan perbuatan semacam ini. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah akan menyiksa mereka
yang suka menyiksa orang lain selama di dunia”(HR. Muslim).
Rasulullah
telah mengikrarkan hidupnya untuk mengeluarkan manusia dari lembah kehinaan
menuju kemuliaan dengan pronsip nilai-nilai keimanan, keadilan, kasih-sayang,
kebebasan beragama dan semua itu dibingkai dengan akhlak yang terpuji.
Rasulullah saw. telah memberikan teladan bagi seluruh umat manusia di muka bumi
ini khususnya umat Islam, kapan dan di mana saja ia berada, hendaklah
menjunjung tinggi nilai-nilai akhlakul karimah. Sebab dengan mencontoh
Beliau-lah hidup kita akan bahagia dan dipenuhi dengan rahmat Allah, sekaligus
menjadi kunci rahasia tersebarnya ajaran agama Islam ke seluruh penjuru dunia,
yang tersebar dari masa-masa ke masa dan dari generasi ke generasi selanjutnya.
Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Allah Rasulullah Muhammad
saw, para sahabat, keluarga Beliau dan kita umat Islam yang senantiasa
konsisten dalam menjalankan sunnah-sunnahnya hingga akhir zaman. Semoga kita
umat Islam yang mencintai Nabi Muhammad saw. dapat dikumpulkan oleh Allah
bersamanya kelak di hari kemudian. Amiin ya Rabbal Alamiin.
Bersambung.....................................................................................................................................................................
Penulis : Muhammad Yusuf, SE
Sekretaris Majelis Musyawarah MPM Daarul Arqam STIE PB Palu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar