Senin, 26 Januari 2015

Cuplikan Kisah Para Penuntut Ilmu



Segala puji bagi Allah, sholawat dan salam atas Rasulullah.
Sebagaimana telah diketahui bahwa mempelajari ilmu agama (tafaqquh fiddin) memiliki keutamaan yang begitu banyak. Diantara keutamaan tersebut tersirat dalam sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berikut,
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْنِ
“Barangsiapa dikehendaki baginya kebaikan oleh Allah, Maka Dia akan memberikan pemahaman agama kepadanya.” [HR Bukhari dan Muslim dari Muawwiyah radhiyallahu anhu]
Pada tulisan kali ini kami ingin sedikit menampikan cuplikan kisah para penuntut ilmu baik dari kalangan Nabi, sahabat maupun ulama’ setelah mereka.  Semoga kita bisa mengambil faedah dari cuplikan kisah mereka.

  1. Kisah Nabi Musa alaihissalam
Tidak hanya manusia biasa, para Nabi pun juga menuntut ilmu. Diantaranya Nabi Musa , alaihissalam, kalimurahman. Beliau menutut ilmu pada Khidzir alaihissalam, sebagaimana Allah kisahkan dalam surat al Kahfi ayat 60-82.  Dari firman Allah ta’ala,
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun”.
Sampai perkataan Khidhir,
وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِع عَّلَيْهِ صَبْرًا
“Bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (QS Al Kahfi: 82)
Faedah dari kisah ini bahwa para nabi pun juga menuntut ilmu. Faedah lainnya, bahwa jangan sampai kita merasa sombong dan tidak mau menuntut ilmu pada orang yang dibawah kita. Nabi Musa lebih mulia karena beliau termasuk seorang Nabi ulil azmi, sedang Khidir masih diperselisihkan kenabiaanya. Faedah lainnya juga bahwa hendaknya kita melakukan safar untuk menuntut ilmu.

  1. Kisah Abu Hurairah radhiyallahu anhu
Para sahabat sangat semangat menuntut ilmu dari Rasulullah shallallahu alaihi wassallam. Diantara sahabat yang menonjol adalah Abu Hurairah, yang mana beliau adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits (5374 hadits). Nama beliau adalah Abdurrahman bin Shokhr Ad Dausi al Yamani. Masuk Islam agak akhir yaitu sekitar tahun ke 7 Hijriyah saat perang Khaibar sehingga sekitar 4 tahun beliau hidup bersama Nabi. Diantara sebab beliau banyak meriwayatkan hadits dibanding sahabat lainnya:
–          Beliau ahlushshufah yang berdiam di Masjid Nabawi
–          Beliau fokus mengikuti Nabi kemanapun beliau pergi
–          Beliau memiliki hafalan yang kuat berkat do’a Nabi
–          Beliau hidup lama setelah Rasulullah wafat (beliau wafat sekitar 57H)
Beliau berkata, “Kalian akan menyatakan, bahwa Abu Hurairah banyak meriwayatkan hadits. Dan Allahlah tempat (untuk membuktikan) janji. Juga mengatakan ‘Mengapa orang-orang Al Muhajirin dan Anshor tidak banyak meriwayatkan hadits, seperti periwayatan Abu Hurairah?’ Sungguh, saudara- saudaraku dari Muhajirin disibukkan dengan jual-beli di pasar. Sedangkan saudara- saudaraku dari Anshor disibukkan oleh pengelolaan harta mereka. Adapun aku seorang miskin yang selalu mengikuti Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam selama perutku berisi. Aku hadir saat mereka tidak hadir, dan aku ingat dan paham saat mereka lupa.”
Faedah dari kisah Abu Hurairah adalah hendaknya  sabar diatas penderitaan dalam menuntut ilmu. Beliau rela menjadi ahlusshufah yang penuh keterbatasan secara ekonomi demi belajar pada Rasulullah. Faedah yang lainnya adalah hendaknya kita selalu semangat dalam belajar, memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dan mulazamah pada seorang yang berilmu.
  1. Kisah Ibnu Abbas radhiyallahu anhu
Ibnu Abbas adalah ahli tafsir dan anyak meriwayatkan hadits juga (terbanyak ke 5, setelah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Anas bin Malik dan Ummul Mukminin Aisyah).  Dia adalah putera Abbas bin Abdul Mutthalib bin Hasyim, paman Rasulullah dan ibunya adalah Ummul Fadl Lababah binti harits saudari ummul mukminin Maimunah. Beliau menuntut ilmu sejak kecil. Beliau kadang menginap di rumah bibinya Maimunah untuk agar dapat belajar dari Rasulullah. Ia mendapat keberkahan do’a Rasulullah. Rasulullah pernah mendoakannya “Ya Allah berilah ia pengertian dalam bidang agama dan berilah ia pengetahuan takwil (tafsir)”
Setelah Rasulullah wafat beliau banyak menimba dari para sahabat yang masih hidup. Suatu saat beliau pernah mendatangi salah seorang sahabat diwaktu siang untuk mendengar hadits darinya. Ternyata sahabat tersebut sedang istirahat siang. Maka Ibnu Abbas pun menunggu di depan pintu dan ketiduran disitu sampai mukannya terkena debu. Ketika sahabat tersebut membuka pintu maka ia terkaget melihat Ibnu Abbas. Ia pun mengatakan, “Wahai anak paman Rasulullah, apa yang membuat engkau datang? Kenapa engkau tidak mengutus salah seorang agar aku mendatangimu? Ibnu Abbas menjawab, Tidak, akulah yang lebih berhak mendatangimu. Telah sampai hadits kepadaku darimu bahwa engkau mendengar dari Rasulullah. Aku ingin mendengar langsung darimu.”
Salah satu faedah dari kisah Ibnu Abbas adalah hendaknya memanfaatkan waktu muda untuk belajar. Faedah lainnya yaitu menghormati ilmu dan ahli ilmu. Beliau mendatangi para sahabat untuk mendapat ilmu karena beliau merasa butuh dengan ilmu. Dikisahkan pula ibnu Abbas melihat Zaid bin Tsabit mau menaiki tunggangannya. Maka Ibnu Abbas pun berdiri di depannya, lalu memegang tunggangan tersebut agar Zaid naik dan mengambil tali kekangnya. Zaid pun mengatakan padanya, ”Tinggalkan itu wahai anak paman Rasulullah!” Abdullah menjawab “Demikian kami diperintah untuk memperlakukan (menghormati) ulama kami.”  Zaid pun mengatakan, “Keluarkan tanganmu”. Lalu Ibnu Abbas mengeluarkan tangannya lalu Zaid menciumnya dan berkata, “Demikian kami diperintah untuk memperlakukan ahli bait Rasulullah.”
  1. Kisah Imam Syafii rahimahullah
Imam Syafii adalah salah satu diantara aimmatul arba’ah (4 imam madzab Fikih). Beliau terkenal sebagi nashirussunnah (penolong sunnah) dan peletak ilmu ushul fikih.  Nama beliau adalah Muhammad bin Idris As Syafii, lahir tahun 150 H di palestina.  Ayah beliau wafat di masa muda. Ketika berumur dua tahun, beliau dibawa ibunya ke negeri Hijaz dan berbaur dengan penduduk negeri itu yang keturunan Yaman karena sang ibu berasal dari kabilah Azdiyah (dari Yaman).  Lalu ketika berumur 10 tahun, beliau dibawa ke Mekkah. Beliau hafal al Qur’an sebelum baligh. Beliau banyak belajar pada ulama’ Mekah saat itu diantaranya Sufyan bin Unaiyah, Fudhail bin Iyadh dan lainnya. Beliau juga belajar bahasa Arab pada suku pedalaman sekitar Makah.  Salah seorang guru beliau membolehkan beliau untuk berfatwa disaat usia beliau masih sangat beliau.
Lalu beliau ke Madinah untuk belajar pada ahlul hadits di kota Nabi tersebut.  Beliau pun belajar pada Imam Malik sampai beliau wafat. Usia imam Syafii saat itu sekitar 29 tahun. Kemudian beliau balik ke Makah kemudian ke Yaman. Di Yaman nama beliau semakin tenar. Beliau lalu difitnah ikut dalam gerakan yang ingin memberontak pada khalifah. Akhirnya beliau dibawa ke Baghdad, tetapi tuduhan pada beliau tidak terbukti. Lalu beliau belajar pada ahlur ra’yi di Baghdad, diantaranya Mumammad bin Hassan- salah seorang sahabat Imam Abu Hanifah yang menonjol-. Beliau pun mengabungkan fikih ahlul hadits dan ahlur ra’yi. Setelah itu beliau kembali ke Makah dan mengajar di sana cukup lama kemudian kembali lagi ke Baghdad.  Setelah kondisi Baghdad tidak kondusif lagi beliau kemudian pindah ke Mesir dan menyebarkan madzhabnya disana. Beliau tinggal di Mesir sampai wafat beliau.
Salah satu faedah dari kisah Imam Syafii ini adalah bahwa jangan sampai kita segera puas dalam belajar. Meskipun beliau sudah mendapat izin untuk berfatwa di masa muda beliau tetap terus belajar. Beliau belajar pada Imam Malik sampai beliau wafat. Beliau juga belajar pada ulama’ Baghdad padahal saat itu beliau juga sudah cukup terkenal.  (Baca lebih lanjut kisah imam Syafi’I di: http://muslim.or.id/biografi/imam-syafii-sang-pembela-sunnah-dan-hadits-nabi.html)
  1. Kisah Imam Bukhari rahimahullah
Tentu tidak ada yang asing lagi dengan Imam Bukhari, pengarang Jami’ Shahih yang merupakan kitab karangan manusia yang paling shahih. Imamnya para ahlil hadits. Muhammad bin Ismail al Bukhari lahir 194 H di daerah Bukhara.  Beliau memiliki kecerdasan dan kekuatan hafalan yang luar biasa. Beliau menghafal al Qur’an sejak kecil. Beliau memulai menekuni ilmu agama sejak belia pula. Beliau memiliki kecintaan yang besar pada ilmu hadits.
Muhammad bin Abi Hatim Warraq Al Bukhari menceritakan: Aku mendengar Bukhari mengatakan, “Aku mendapatkan ilham untuk menghafal hadits ketika aku masih berada di sekolah baca tulis (kuttab).” Aku berkata kepadanya, “Berapakah umurmu ketika itu?” Dia menjawab, “Sepuluh tahun atau kurang dari itu. Kemudian setelah lulus dari Kuttab, aku pun bolak-balik menghadiri majelis haditsnya Ad-Dakhili dan ulama hadits lainnya. Suatu hari tatkala membacakan hadits di hadapan orang-orang dia (Ad-Dakhili) mengatakan, ‘Sufyan meriwayatkan dari Abu Zubair dari Ibrahim.’ Maka aku katakan kepadanya, ‘Sesungguhnya Abu Zubair tidak meriwayatkan dari Ibrahim.’ Maka dia pun menghardikku, lalu aku berkata kepadanya, ‘Rujuklah kepada sumber aslinya, jika kamu punya.’ Kemudian dia pun masuk dan melihat kitabnya lantas kembali dan berkata, ‘Bagaimana kamu bisa tahu wahai anak muda?’ Aku menjawab, ‘Dia adalah Az Zubair (bukan Abu Zubair, pen). Nama aslinya Ibnu Adi yang meriwayatkan hadits dari Ibrahim.’ Kemudian dia pun mengambil pena dan membenarkan catatannya. Dan dia pun berkata kepadaku, ‘Kamu benar’. Menanggapi cerita tersebut, Bukhari ini Warraq berkata, “Biasa, itulah sifat manusia. Ketika membantahnya umurmu berapa?” Bukhari menjawab, “Sebelas tahun.” (Hadyu Sari, hal. 640)
Suatu ketika Bukhari rahimahullah datang ke Baghdad. Para ulama hadits yang ada di sana mendengar kedatangannya dan ingin menguji kekuatan hafalannya. Mereka pun mempersiapkan seratus buah hadits yang telah dibolak-balikkan isi hadits dan sanadnya, matan yang satu ditukar dengan matan yang lain, sanad yang satu ditukar dengan sanad yang lain. Kemudian seratus hadits ini dibagi kepada 10 orang yang masing-masing bertugas menanyakan 10 hadits yang berbeda kepada Bukhari. Setiap kali salah seorang di antara mereka menanyakan kepadanya tentang hadits yang mereka bawakan, maka Bukhari menjawab dengan jawaban yang sama, “Aku tidak mengetahuinya.” Setelah sepuluh orang ini selesai, maka gantian Bukhari yang berkata kepada 10 orang tersebut satu persatu, “Adapun hadits yang kamu bawakan bunyinya demikian. Namun hadits yang benar adalah demikian.” Hal itu beliau lakukan kepada sepuluh orang tersebut. Semua sanad dan matan hadits beliau kembalikan kepada tempatnya masing-masing dan beliau mampu mengulangi hadits yang telah dibolak-balikkan itu hanya dengan sekali dengar. Sehingga para ulama pun mengakui kehebatan hafalan Bukhari dan tingginya kedudukan beliau (lihat Hadyu Sari, hal. 652)
Beliau banyak melakukan pengembaraan untuk mencari hadits. Banyak sekari daerah yang ia kunjungi seperti Madinah, Makah, Syam, Mesir, Baghdad dan lainya. Beliau sendiri mengatakan memiliki lebih dari seribu guru yang beliau tulis haditsnya. Diantara gurunya yang terkenal adalah Imam Ahmad bin Hambal, Imam Ali bin Madini, dan Yahya bin Ma’in.  Diantara sebab beliau dapat memiliki banyak guru adalah beliau memulai belajar ilmu sejak kecil dan beliau banyak berkelana mencari ilmu.  Beliau juga memiliki banyak murid yang menjadi ulama’ besar dalam hadits seperti Imam Muslim, Imam Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Imam Abu Hatim, Imam Ibnu Abi Dunya, dan lainnya. Beliau wafat tahun 256H.  (Baca lebih lanjut kisah Imam Bukhari di: http://muslim.or.id/biografi/mengenal-imam-bukhari.html)
  1. Kisah Syaikh Dr Saleh Al Fauzan hafidzahullah
Kita juga dapatkan kisah yang luar biasa dari para ulama mutaakhirin tentang semangat menuntut ilmu. Seperti syaikh Bin Baz, Syaikh Utsaimin, Syaikh Albani dan lainnya.   Pada kesempatan ini saya ingin sedikit meringkas tentang syaikh kami, syaikh Dr. Saleh Al Fauzan hafidzahullah.
Syaikh Saleh al Fauzan dilahirkan di daerah Syamasiah, selatan kota Qosim tahun 1354H. pendidikan formal beliau dimulai dari SD sampai beliau lulus universitas. Beliau juga menghadiri majelisnya para ulama’ seperti Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid rahimahullah di Buraidah, juga syaikh Ibrahim bin Abdulmuhsin bin Ubaid di kota yang sama. Beliau juga banyak menghadiri majelis ilmu di masjid-masjid. Kadang kala beliau juga ikut sebagai pemateri dan kandang kala beliau ikut mendengarkan dan mendapat faedah darinya.  Beliau lulus S1 kuliah Syari’ah jami’ah Imam bin Su’ud lalu melanjutkan program S2 dan S3 di kuliah yang sama.
Beliau pernah mengajar di Ibtida’iyah. Kemudian setelah lulus universitas beliau mengajar di Ma’had Ilmi Riyadh cukup lama. Setelah itu beliau pindah mengajar di fakultas Syari’ah (Jami’atul Imam bin Su’ud) dan mengajar cukup lama. Kemudian beliau mengajar di jurusan Ushuluddin beberapa waktu, kemudian beliau menjadi ketua Ma’had ‘Aly lil Qadha’. Setelah pensiun beliau tetap mengajar di jurusan yang sama. Beliau juga anggota ulama besar Saudi Arabia, anggota Majma’ Al Fiqhy al Islamiy dan beberapa lembaga lainya. Beliau juga menjawab soal jawab di acara Nurun Al Darb (Radio Qur’an Saudi Arabia). Beliau adalah khatib dan pengajar durus (pelajaran rutin) di Masjid Amir Mut’ib bin Abdulaziz di Hay Malaz, Riyadh.  (Diterjemahkan dari website beliau: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/13198)
Sekian, Semoga kita bisa mengambil faedah dari cuplikan kisah-kisah diatas.
Ditulis oleh Abu Zakariya Sutrisno.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar