Segala
puji bagi Allah, sholawat dan salam atas Rasulullah.
Sebagaimana
telah diketahui bahwa mempelajari ilmu agama (tafaqquh fiddin) memiliki
keutamaan yang begitu banyak. Diantara keutamaan tersebut tersirat dalam sabda
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berikut,
مَنْ
يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْنِ
“Barangsiapa
dikehendaki baginya kebaikan oleh Allah, Maka Dia akan memberikan pemahaman
agama kepadanya.” [HR Bukhari dan Muslim dari Muawwiyah radhiyallahu anhu]
Pada
tulisan kali ini kami ingin sedikit menampikan cuplikan kisah para penuntut
ilmu baik dari kalangan Nabi, sahabat maupun ulama’ setelah mereka.
Semoga kita bisa mengambil faedah dari cuplikan kisah mereka.
- Kisah Nabi Musa alaihissalam
Tidak
hanya manusia biasa, para Nabi pun juga menuntut ilmu. Diantaranya Nabi Musa , alaihissalam,
kalimurahman. Beliau menutut ilmu pada Khidzir alaihissalam, sebagaimana Allah
kisahkan dalam surat al Kahfi ayat 60-82. Dari firman Allah ta’ala,
وَإِذْ
قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ
أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
Dan
(ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti
(berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan
sampai bertahun-tahun”.
Sampai
perkataan Khidhir,
وَمَا
فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِع عَّلَيْهِ صَبْرًا
“Bukanlah
aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (QS Al Kahfi: 82)
Faedah
dari kisah ini bahwa para nabi pun juga menuntut ilmu. Faedah lainnya, bahwa
jangan sampai kita merasa sombong dan tidak mau menuntut ilmu pada orang yang
dibawah kita. Nabi Musa lebih mulia karena beliau termasuk seorang Nabi ulil
azmi, sedang Khidir masih diperselisihkan kenabiaanya. Faedah lainnya juga
bahwa hendaknya kita melakukan safar untuk menuntut ilmu.
- Kisah Abu Hurairah radhiyallahu anhu
Para
sahabat sangat semangat menuntut ilmu dari Rasulullah shallallahu alaihi
wassallam. Diantara sahabat yang menonjol adalah Abu Hurairah, yang mana beliau
adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits (5374 hadits). Nama
beliau adalah Abdurrahman bin Shokhr Ad Dausi al Yamani. Masuk Islam agak akhir
yaitu sekitar tahun ke 7 Hijriyah saat perang Khaibar sehingga sekitar 4 tahun
beliau hidup bersama Nabi. Diantara sebab beliau banyak meriwayatkan hadits
dibanding sahabat lainnya:
–
Beliau ahlushshufah yang berdiam di Masjid Nabawi
–
Beliau fokus mengikuti Nabi kemanapun beliau pergi
–
Beliau memiliki hafalan yang kuat berkat do’a Nabi
–
Beliau hidup lama setelah Rasulullah wafat (beliau wafat sekitar 57H)
Beliau
berkata, “Kalian akan menyatakan, bahwa Abu Hurairah banyak meriwayatkan
hadits. Dan Allahlah tempat (untuk membuktikan) janji. Juga mengatakan ‘Mengapa
orang-orang Al Muhajirin dan Anshor tidak banyak meriwayatkan hadits, seperti
periwayatan Abu Hurairah?’ Sungguh, saudara- saudaraku dari Muhajirin
disibukkan dengan jual-beli di pasar. Sedangkan saudara- saudaraku dari Anshor
disibukkan oleh pengelolaan harta mereka. Adapun aku seorang miskin yang selalu
mengikuti Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam selama perutku berisi. Aku
hadir saat mereka tidak hadir, dan aku ingat dan paham saat mereka lupa.”
Faedah
dari kisah Abu Hurairah adalah hendaknya sabar diatas penderitaan dalam
menuntut ilmu. Beliau rela menjadi ahlusshufah yang penuh keterbatasan secara
ekonomi demi belajar pada Rasulullah. Faedah yang lainnya adalah hendaknya kita
selalu semangat dalam belajar, memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dan mulazamah
pada seorang yang berilmu.
- Kisah Ibnu Abbas radhiyallahu anhu
Ibnu
Abbas adalah ahli tafsir dan anyak meriwayatkan hadits juga (terbanyak ke 5,
setelah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Anas bin Malik dan Ummul Mukminin Aisyah).
Dia adalah putera Abbas bin Abdul Mutthalib bin Hasyim, paman Rasulullah
dan ibunya adalah Ummul Fadl Lababah binti harits saudari ummul mukminin
Maimunah. Beliau menuntut ilmu sejak kecil. Beliau kadang menginap di rumah
bibinya Maimunah untuk agar dapat belajar dari Rasulullah. Ia mendapat
keberkahan do’a Rasulullah. Rasulullah pernah mendoakannya “Ya Allah berilah ia
pengertian dalam bidang agama dan berilah ia pengetahuan takwil (tafsir)”
Setelah
Rasulullah wafat beliau banyak menimba dari para sahabat yang masih hidup.
Suatu saat beliau pernah mendatangi salah seorang sahabat diwaktu siang untuk
mendengar hadits darinya. Ternyata sahabat tersebut sedang istirahat siang.
Maka Ibnu Abbas pun menunggu di depan pintu dan ketiduran disitu sampai
mukannya terkena debu. Ketika sahabat tersebut membuka pintu maka ia terkaget
melihat Ibnu Abbas. Ia pun mengatakan, “Wahai anak paman Rasulullah, apa yang
membuat engkau datang? Kenapa engkau tidak mengutus salah seorang agar aku
mendatangimu? Ibnu Abbas menjawab, Tidak, akulah yang lebih berhak
mendatangimu. Telah sampai hadits kepadaku darimu bahwa engkau mendengar dari
Rasulullah. Aku ingin mendengar langsung darimu.”
Salah
satu faedah dari kisah Ibnu Abbas adalah hendaknya memanfaatkan waktu muda
untuk belajar. Faedah lainnya yaitu menghormati ilmu dan ahli ilmu. Beliau
mendatangi para sahabat untuk mendapat ilmu karena beliau merasa butuh dengan
ilmu. Dikisahkan pula ibnu Abbas melihat Zaid bin Tsabit mau menaiki
tunggangannya. Maka Ibnu Abbas pun berdiri di depannya, lalu memegang
tunggangan tersebut agar Zaid naik dan mengambil tali kekangnya. Zaid pun
mengatakan padanya, ”Tinggalkan itu wahai anak paman Rasulullah!” Abdullah menjawab
“Demikian kami diperintah untuk memperlakukan (menghormati) ulama kami.”
Zaid pun mengatakan, “Keluarkan tanganmu”. Lalu Ibnu Abbas mengeluarkan
tangannya lalu Zaid menciumnya dan berkata, “Demikian kami diperintah untuk
memperlakukan ahli bait Rasulullah.”
- Kisah Imam Syafii rahimahullah
Imam
Syafii adalah salah satu diantara aimmatul arba’ah (4 imam madzab Fikih).
Beliau terkenal sebagi nashirussunnah (penolong sunnah) dan peletak ilmu ushul
fikih. Nama beliau adalah Muhammad bin Idris As Syafii, lahir tahun 150 H
di palestina. Ayah beliau wafat di masa muda. Ketika berumur dua tahun,
beliau dibawa ibunya ke negeri Hijaz dan berbaur dengan penduduk negeri itu
yang keturunan Yaman karena sang ibu berasal dari kabilah Azdiyah (dari Yaman).
Lalu ketika berumur 10 tahun, beliau dibawa ke Mekkah. Beliau hafal al
Qur’an sebelum baligh. Beliau banyak belajar pada ulama’ Mekah saat itu
diantaranya Sufyan bin Unaiyah, Fudhail bin Iyadh dan lainnya. Beliau juga
belajar bahasa Arab pada suku pedalaman sekitar Makah. Salah seorang guru
beliau membolehkan beliau untuk berfatwa disaat usia beliau masih sangat
beliau.
Lalu
beliau ke Madinah untuk belajar pada ahlul hadits di kota Nabi tersebut.
Beliau pun belajar pada Imam Malik sampai beliau wafat. Usia imam Syafii saat
itu sekitar 29 tahun. Kemudian beliau balik ke Makah kemudian ke Yaman. Di
Yaman nama beliau semakin tenar. Beliau lalu difitnah ikut dalam gerakan yang
ingin memberontak pada khalifah. Akhirnya beliau dibawa ke Baghdad, tetapi
tuduhan pada beliau tidak terbukti. Lalu beliau belajar pada ahlur ra’yi di
Baghdad, diantaranya Mumammad bin Hassan- salah seorang sahabat Imam Abu
Hanifah yang menonjol-. Beliau pun mengabungkan fikih ahlul hadits dan ahlur
ra’yi. Setelah itu beliau kembali ke Makah dan mengajar di sana cukup lama
kemudian kembali lagi ke Baghdad. Setelah kondisi Baghdad tidak kondusif
lagi beliau kemudian pindah ke Mesir dan menyebarkan madzhabnya disana. Beliau
tinggal di Mesir sampai wafat beliau.
Salah
satu faedah dari kisah Imam Syafii ini adalah bahwa jangan sampai kita segera
puas dalam belajar. Meskipun beliau sudah mendapat izin untuk berfatwa di masa
muda beliau tetap terus belajar. Beliau belajar pada Imam Malik sampai beliau
wafat. Beliau juga belajar pada ulama’ Baghdad padahal saat itu beliau juga
sudah cukup terkenal. (Baca lebih lanjut kisah imam Syafi’I di:
http://muslim.or.id/biografi/imam-syafii-sang-pembela-sunnah-dan-hadits-nabi.html)
- Kisah Imam Bukhari rahimahullah
Tentu
tidak ada yang asing lagi dengan Imam Bukhari, pengarang Jami’ Shahih yang
merupakan kitab karangan manusia yang paling shahih. Imamnya para ahlil hadits.
Muhammad bin Ismail al Bukhari lahir 194 H di daerah Bukhara. Beliau
memiliki kecerdasan dan kekuatan hafalan yang luar biasa. Beliau menghafal al
Qur’an sejak kecil. Beliau memulai menekuni ilmu agama sejak belia pula. Beliau
memiliki kecintaan yang besar pada ilmu hadits.
Muhammad
bin Abi Hatim Warraq Al Bukhari menceritakan: Aku mendengar Bukhari mengatakan,
“Aku mendapatkan ilham untuk menghafal hadits ketika aku masih berada di
sekolah baca tulis (kuttab).” Aku berkata kepadanya, “Berapakah umurmu ketika
itu?” Dia menjawab, “Sepuluh tahun atau kurang dari itu. Kemudian setelah lulus
dari Kuttab, aku pun bolak-balik menghadiri majelis haditsnya Ad-Dakhili dan
ulama hadits lainnya. Suatu hari tatkala membacakan hadits di hadapan
orang-orang dia (Ad-Dakhili) mengatakan, ‘Sufyan meriwayatkan dari Abu Zubair
dari Ibrahim.’ Maka aku katakan kepadanya, ‘Sesungguhnya Abu Zubair tidak
meriwayatkan dari Ibrahim.’ Maka dia pun menghardikku, lalu aku berkata
kepadanya, ‘Rujuklah kepada sumber aslinya, jika kamu punya.’ Kemudian dia pun
masuk dan melihat kitabnya lantas kembali dan berkata, ‘Bagaimana kamu bisa
tahu wahai anak muda?’ Aku menjawab, ‘Dia adalah Az Zubair (bukan Abu Zubair,
pen). Nama aslinya Ibnu Adi yang meriwayatkan hadits dari Ibrahim.’ Kemudian
dia pun mengambil pena dan membenarkan catatannya. Dan dia pun berkata
kepadaku, ‘Kamu benar’. Menanggapi cerita tersebut, Bukhari ini Warraq berkata,
“Biasa, itulah sifat manusia. Ketika membantahnya umurmu berapa?” Bukhari
menjawab, “Sebelas tahun.” (Hadyu Sari, hal. 640)
Suatu
ketika Bukhari rahimahullah datang ke Baghdad. Para ulama hadits yang ada di
sana mendengar kedatangannya dan ingin menguji kekuatan hafalannya. Mereka pun
mempersiapkan seratus buah hadits yang telah dibolak-balikkan isi hadits dan
sanadnya, matan yang satu ditukar dengan matan yang lain, sanad yang satu
ditukar dengan sanad yang lain. Kemudian seratus hadits ini dibagi kepada 10
orang yang masing-masing bertugas menanyakan 10 hadits yang berbeda kepada
Bukhari. Setiap kali salah seorang di antara mereka menanyakan kepadanya
tentang hadits yang mereka bawakan, maka Bukhari menjawab dengan jawaban yang
sama, “Aku tidak mengetahuinya.” Setelah sepuluh orang ini selesai, maka
gantian Bukhari yang berkata kepada 10 orang tersebut satu persatu, “Adapun
hadits yang kamu bawakan bunyinya demikian. Namun hadits yang benar adalah
demikian.” Hal itu beliau lakukan kepada sepuluh orang tersebut. Semua sanad
dan matan hadits beliau kembalikan kepada tempatnya masing-masing dan beliau
mampu mengulangi hadits yang telah dibolak-balikkan itu hanya dengan sekali
dengar. Sehingga para ulama pun mengakui kehebatan hafalan Bukhari dan tingginya
kedudukan beliau (lihat Hadyu Sari, hal. 652)
Beliau
banyak melakukan pengembaraan untuk mencari hadits. Banyak sekari daerah yang
ia kunjungi seperti Madinah, Makah, Syam, Mesir, Baghdad dan lainya. Beliau
sendiri mengatakan memiliki lebih dari seribu guru yang beliau tulis haditsnya.
Diantara gurunya yang terkenal adalah Imam Ahmad bin Hambal, Imam Ali bin
Madini, dan Yahya bin Ma’in. Diantara sebab beliau dapat memiliki banyak
guru adalah beliau memulai belajar ilmu sejak kecil dan beliau banyak berkelana
mencari ilmu. Beliau juga memiliki banyak murid yang menjadi ulama’ besar
dalam hadits seperti Imam Muslim, Imam Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Imam Abu
Hatim, Imam Ibnu Abi Dunya, dan lainnya. Beliau wafat tahun 256H. (Baca
lebih lanjut kisah Imam Bukhari di:
http://muslim.or.id/biografi/mengenal-imam-bukhari.html)
- Kisah Syaikh Dr Saleh Al Fauzan hafidzahullah
Kita
juga dapatkan kisah yang luar biasa dari para ulama mutaakhirin tentang
semangat menuntut ilmu. Seperti syaikh Bin Baz, Syaikh Utsaimin, Syaikh Albani
dan lainnya. Pada kesempatan ini saya ingin sedikit meringkas
tentang syaikh kami, syaikh Dr. Saleh Al Fauzan hafidzahullah.
Syaikh
Saleh al Fauzan dilahirkan di daerah Syamasiah, selatan kota Qosim tahun 1354H.
pendidikan formal beliau dimulai dari SD sampai beliau lulus universitas.
Beliau juga menghadiri majelisnya para ulama’ seperti Syaikh Abdullah bin
Muhammad bin Humaid rahimahullah di Buraidah, juga syaikh Ibrahim bin
Abdulmuhsin bin Ubaid di kota yang sama. Beliau juga banyak menghadiri majelis
ilmu di masjid-masjid. Kadang kala beliau juga ikut sebagai pemateri dan
kandang kala beliau ikut mendengarkan dan mendapat faedah darinya. Beliau
lulus S1 kuliah Syari’ah jami’ah Imam bin Su’ud lalu melanjutkan program S2 dan
S3 di kuliah yang sama.
Beliau
pernah mengajar di Ibtida’iyah. Kemudian setelah lulus universitas beliau
mengajar di Ma’had Ilmi Riyadh cukup lama. Setelah itu beliau pindah mengajar
di fakultas Syari’ah (Jami’atul Imam bin Su’ud) dan mengajar cukup lama.
Kemudian beliau mengajar di jurusan Ushuluddin beberapa waktu, kemudian beliau
menjadi ketua Ma’had ‘Aly lil Qadha’. Setelah pensiun beliau tetap mengajar di
jurusan yang sama. Beliau juga anggota ulama besar Saudi Arabia, anggota Majma’
Al Fiqhy al Islamiy dan beberapa lembaga lainya. Beliau juga menjawab soal
jawab di acara Nurun Al Darb (Radio Qur’an Saudi Arabia). Beliau adalah khatib
dan pengajar durus (pelajaran rutin) di Masjid Amir Mut’ib bin Abdulaziz di Hay
Malaz, Riyadh. (Diterjemahkan dari website beliau: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/13198)
—
Sekian,
Semoga kita bisa mengambil faedah dari cuplikan kisah-kisah diatas.
Ditulis
oleh Abu Zakariya Sutrisno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar