KADER OTONOM
〰〰〰〰〰〰
Sebuah catatan kecil untuk kader dakwah
〰〰〰〰〰〰
〰〰〰〰〰〰
Sebuah catatan kecil untuk kader dakwah
〰〰〰〰〰〰
Li kulli marhalatin ahdafuha, li kulli marhalatin rijaluha —
Dalam setiap tahapan dakwah ada tujuan dan tokohnya masing-masing.
Setiap tahapan dakwah bersifat unik dan spesifik, bukan sesuatu yang
bersifat umum. Prinsip ini tidak dapat dipungkiri dalam kerja-kerja
berjamaah dengan generasi yang silih berganti
menjadi garda terdepan dalam perjuangan dakwah. Kader-kader dakwah bertransformasi dan melakukan mobilitas ke berbagai pusat kebijakan, membuka diri dan beraktualisasi untuk berijtihad menerjemahkan konsep dan nilai ajaran Islam menjadi kebijakan publik. Kader-kader dakwah juga melakukan mobilitas horizontal, membuka wawasan dan menyebar ke berbagai kalangan serta lapisan masyarakat, membimbing masyarakat agar siap menerima manhaj Islam sebagai tumpuan kehidupan bernegara.
menjadi garda terdepan dalam perjuangan dakwah. Kader-kader dakwah bertransformasi dan melakukan mobilitas ke berbagai pusat kebijakan, membuka diri dan beraktualisasi untuk berijtihad menerjemahkan konsep dan nilai ajaran Islam menjadi kebijakan publik. Kader-kader dakwah juga melakukan mobilitas horizontal, membuka wawasan dan menyebar ke berbagai kalangan serta lapisan masyarakat, membimbing masyarakat agar siap menerima manhaj Islam sebagai tumpuan kehidupan bernegara.
Gerakan dakwah tarbiyah kini sudah memasuki orbit terakhir
untuk menentukan keberhasilan perjuangan yang telah dirintis sejak
puluhan tahun lalu. Pada orbit ini interaksi partai dakwah dengan publik
telah dilakukan secara institusional melalui organisasi partai politik
dengan doktrin al-hizb huwal jama’ah, al jam’ah hiyal hizb, bukan lagi
secara individu atau parsial melalui perwajahan LSM. Dakwah harus
memasuki pengelolaan negara secara penuh secara institusional. Lalu
kader seperti apa yang harus jamaah dakwah ini miliki agar pengelolaan
negara berjalan dengan baik?
Beberapa waktu yang lalu saya sempat berjumpa dan
berbincang dengan Dr. Mohamad Sohibul Iman, M. Eng. Beliau saya ketahui
adalah seorang kader senior yang ikut membidani gerakan dakwah ini.
Tentu banyak pengalaman membina kader yang beliau miliki. Perbincangan
dimulai dengan pembahasan problematika ummat hingga menyinggung istilah
kader otonom. Awalnya saya berpikir, kader otonom ini adalah kader yang
dicap sebagai pembelot yang tak patuh terhadap keputusan jamaah. Namun
jika dimaknai lebih dalam, istilah kader otonom merujuk kepada kondisi
kader di masa depan yang diharapkan mampu membawa pengelolaan negara
berdasarkan manhaj Islam.
Kader otonom erat kaitannya dengan profesionalitas. Mereka
adalah kader dakwah yang telah memahami nilai-nilai Islam dan memiliki
komitmen tinggi untuk mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari,
memiliki kredibilitas moral, kredibilitas sosial, dan kredibilitas
profesional. Pilar profesionalitas yang menjadi titik tekan bagi kader
otonom, yaitu berkaitan dengan kepemilikan kompetensi, kecakapan
managerial, berpikir strategis, dan berpikir terbuka. Mereka menjadi
seorang profesional yang mampu menjadi ilmuwan, manager, hingga berpikir
secara strategis (negarawan), mampu mengelola sumber daya yang ada di
sekitarnya secara sinergi untuk kepentingan dakwah, dan memiliki
kualifikasi sebagai pakar.
Kader otonom adalah mereka yang dapat berijtihad dalam
otoritas dirinya dengan memahami terlebih dahulu materi tarbiyah. Kader
otonom adalah mereka yang sudah mampu berpenghasilan sendiri dan tidak
pernah menyusahkan jamaah. Kader otonom memang harus kritis, namun
seberapapun kritisnya jangan sampai keluardari tubuh jamaah. Biarlah
kekritisan itu tumbuh di dalam dengam membuka ruang diskusi yang lebih
besar di dalam internal jamaah. Kritis bukan untuk ngeyel, namun kritis
untuk membuka ruang kreatif gerak langkah kader dakwah. Kritis habis,
sekaligus taat bulat layaknya sikap Nabi Ibrahim AS akan menjadikan
gerakan dakwah ini semakin kuat mengakar.
Kadang saya bertanya kepada diri sendiri, mengapa terlalu
banyak hal yang dibebankan kepada para kader? Harus menjadi seorang
profesional, ada yang menjadi politisi, tak sedikit pula yang harus
memendam keberpihakannya karena ia masuk ke ranah birokrasi, hingga
menjadi pakar dan ilmuwan yang menjadi rujukan ilmu-ilmu kauniy? Tak ada
lagi pilihan. Jika saya membaca kembali Platform Pembangunan PKS, kita
memasuki zaman dimana kompetisi ideologis menggunakan bahasa
infrastuktur sosial-budaya-politik yang semakin canggih. Hanya mereka
yang fasih dengan bahasa infrastruktur canggih ini yang dapat menanamkan
pengaruh dan meraih kemenangan. Kita memerlukan tokoh yang siap
melakukan Islamisasi kehidupan dengan mengalahkan pengaruh para
kompetitornya.
Terakhir, saya ingin mengajak kepada para kader untuk terus
membina, melahirkan kader-kader militan baru yang profesional. Saya
sering mengatakan kepada binaan-binaan saya bila kader tanpa membina itu
seperti orang mandul yang tak bisa meneruskan darahnya. Kader tanpa
membina tak akan punya penerus pemikirannya. Mereka hanya akan bertahan
satu generasi saja. Mari bekerja meski dalam kesunyian dalam membina dan
melahirkan kader-kader baru penerus perjuangan.
Salam Perjuangan,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar